PLTN dengan bahan bakar (BB) berbasis thorium (Th) makin menarik perhatian dunia apalagi bila dikaitkan dengan kecelakaan nuklir di Fukushima (PLTN Uranium). Tanggal 25 Januari 2011, beberapa minggu sebelum gempa dan tsunami yang merusak PLTN Fukushima di Jepang, China mengumumkan ambisinya untuk membangun PLTN berbasis Thorium dalam jangka waktu 20 tahun. Salah satu pilihan China jatuh kepada jenis reaktor yang disebut oleh China dengan istilah TMSR (Thorium Molten-Salt Reactor), Reaktor Garam Cair Thorium.
Seperti diketahui, Reaktor Thorium Fluorida Cair (LFTR = the Liquid Fluoride Thorium Reactor, yang disebut 'Lifter') adalah reaktor generasi IV yang menggunakan campuran garam cair ThF4-U233F4 sebagai BB sekaligus sebagai pendingin reaktor yang disirkulasikan melalui teras reaktor dan penukar panas yang memanasi gas Helium sebagai media hingga 930C dan gas He tersebut diumpankan ke turbin gas dan balik ke penukar panas dalam siklus tertutup. Turbin akan menggerakkan generator listrik.
BB berbasis Th dalam bentuk garam cair tsb tidak memerlukan fabrikasi BB, sehingga struktur reaktor menjadi sederhana, derajat bakar (burn-up) merata, BB cair dapat diganti dengan BB segar dan diproses-ulang secara online sekaligus racun netron Xe-135 dan Kr-83 dapat dibuang secara sinambung. Sementara, produk fissi lainnya, misalnya molebdinum dan iodine (setelah melalui proses ekstraksi) dapat digunakan untuk keperluan medis. Akibatnya, jenis reaktor Th semacam itu dapat terus menerus menyala sampai tua dengan derajat bakar tak terbatas.
PLTN berbasis Th lebih aman, karena Th-232 harus dibombardir oleh sumber netron lambat dari luar secara sinambung (bisa via akselerator / sinar foton / inti Pu seperti yang dikembangkan di India) untuk mengubahnya menjadi U-233 agar dapat melakukan reaksi fissi, karena tidak mempunyai reaksi rantai, dan tidak cukup netron untuk melanjutkan reaksi fissi. Bila sumber netron disingkirkan, reaktor akan mati. Bila reaktor mengalami kelebihan panas (seperti di Fukushima), sumbat kecil di bawah bejana pengungkung reaktor akan meleleh dan larutan garam Th mengucur ke bawah akibat gaya berat ke tangki bawah tanah yang telah disediakan, dan hal itu tidak memerlukan komputer atau pompa listrik yang bisa saja lumpuh oleh tsunami. Reaktor berbasis Th mampu menyelamatkan dirinya sendiri. Reaktor beroperasi pada tekanan atmosferik, tidak ada gas hidrogen yang dapat meledak, lebih bersih, lebih murah dengan limbah nuklir yang dihasilkan lebih sedikit.
Aspek menarik lain dari Th pemancar alpha ini adalah tidak memerlukan proses pemisahan isotop (U memerlukan proses ini untuk memperoleh bahan fissil U-235 dari 0,7 % menjadi 3-5 % yang menelan biaya cukup besar), dan U-233 yang diperoleh tidak dengan mudah dapat dibuat senjata nuklir karena adanya kontaminan U-232. Oleh karena itu, PLTN berbasis Th dengan BB jenis garam cair cocok untuk negara berkembang seperti Indonesia, sekaligus menghapus kecurigaan negara maju, karena pengguna PLTN berbasis Th sulit membuat senjata nuklir. Sebaliknya, PLTN U di dunia memproduksi isotop Pu yang bila diproses-ulang, Pu-239 dapat digunakan sebagai senjata nuklir.
Energi yang dilepaskan oleh Th ketika melakukan reaksi fissi cukup mengesankan. Dr. Rubbia, pemenang nobel Fisika 1984 mengatakan bahwa satu ton logam Th menghasilkan energi setara dengan 300 ton U (alam) atau 3.500.000 ton batu bara untuk energi listrik 1 GWe. Reaktor Th dapat mengkonsumsi limbahnya sendiri dan menggunakan Pu sebagai sumber netron sekaligus mengurangi jumlah Pu yang diproduksi oleh PLTN uranium, sehingga reaktor Th dianggap pula berfungsi sebagai pembersih lingkungan.
Energi yang dilepaskan oleh Th ketika melakukan reaksi fissi cukup mengesankan. Dr. Rubbia, pemenang nobel Fisika 1984 mengatakan bahwa satu ton logam Th menghasilkan energi setara dengan 300 ton U (alam) atau 3.500.000 ton batu bara untuk energi listrik 1 GWe. Reaktor Th dapat mengkonsumsi limbahnya sendiri dan menggunakan Pu sebagai sumber netron sekaligus mengurangi jumlah Pu yang diproduksi oleh PLTN uranium, sehingga reaktor Th dianggap pula berfungsi sebagai pembersih lingkungan.
AS mengembangkan Th sejak tahun 1940an, tetapi kebutuhan senjata nuklir U & Pu diprioritaskan lebih dulu. Dana yang dikeluarkan oleh Amerika dan Eropa untuk mengembangkan teknologi BB nuklir U & Pu sangat besar, sehingga mereka tidak ingin melepaskan teknologi itu begitu saja untuk beralih ke Th. Purwarupa pembiak garam molten pertama pernah dibangun di Oak Ridge (7,4 MW), AS pada tahun 1950 yang beroperasi tahun 1965 hingga 1969.
Perusahaan Amerika, Thorium Power (sekarang Lightbridge) yang melakukan riset intensif dan bekerja pada desain nuklir berbasis Thorium membuktikan bahwa BB berbasis Th dapat digunakan di reaktor LWR dan jenis reaktor lainnya tanpa perubahan desain reaktor yang berarti.
Sementara, perusahaan Flibe ( Fluoride salt of Lithium and Beryllium) Energy, yang berasal dari Huntsville, Alabama, AS, diam-diam mengumumkan kehadirannya dengan teknologi reaktor thorium garam cair, LiF (Lithium Fluorida) dan BeF2 (Berilium Fluorida) yang berdasarkan teknologi LFTR. Flibe mengadopsi teknologi tsb dari ORNL, dengan karakteristik beroperasi pada tekanan atmosferik, modular, dan daya 20-30 MW sekitar $100juta awal (menjadi setengahnya bila diproduksi massal).
PLTT Fuji, 150MWe |
Konsep lain adalah ISMR (Integral Molten Salt Reactor) yang ditemukan oleh Terrestrial Energy (2013, rancangan Dr. D. Leblanc), perusahaan Canada. Reaktor diganti setiap 7 tahun sekali. Ada dua reaktor tersedia (bersebelahan). Reaksi nuklir penghasil listrik dilakukan secara bergantian (setiap 7 tahun) yang berisi campuran garam fluorida thorium dan uranium berpengayaan rendah. Risiko reaktor nuklir konvensional seperti 1) kehilangan pendingin & pemungutan panas bahang; 2) produksi hidrogen; 3) tekanan operasi yang amat tinggi; dihindarkan oleh IMSR ini.
PLTN Kakrapar-1 |
Desain PLTN berbasis Th (300 MW) Kakrapar-1 menggunakan reaktor maju air berat bertekanan (AHWR) telah diselesaikan th 2014 dan akan beroperasi paling lambat tahun 2025. Dalam desain itu, bahan bakar di bagian tengah teras berupa 30 batang oksida Th-233/U-233 yang dikelilingi oleh 24 batang oksida Th-233/Pu-239. Konfigurasi itu cukup menyediakan U-233 yang mandiri dengan menghasilkan keluaran tenaga nuklir sebesar 60%, yang diharapkan beroperasi selama 100 tahun. India menggunakan Th pula pada 5 reaktor lainnya, yaitu di Kakrapar-2, Kaiga-1, Kaiga-2, Rajasthan-3 (Rawatbhata-3), dan Rajasthan-4.
Hasil-hasil penelitian India mendorong Amerika, Rusia (Institut Kurchatov Moskow), dan baru-baru ini Norwegia dan Polandia untuk melakukan penelitian lebih dalam. Penelitian yang melibatkan Th di Julich (Jerman), Winfrith (UK), dan Peach Bottom (AS) dihidupkan kembali yang sebelumnya sudah pernah mereka lakukan.
Pemanfaatan Thorium di Indonesia
Thorium dari slag Timah, Babel |
BATAN berencana membangun PLTN (jenis HTGR) mini non komersial (RDE 30 MW, reaktor nuklir generasi IV) di Serpong yang ditargetkan akan beroperasi tahun 2019 dan kemungkinan menggunakan BB Thorium (selain uranium).
PLTT
Pulau nuklir ThorCorn |
Pertamina, PLN, ThorCon, & INUKI |
Desain PLTT 2 x 2 x 250 MW |
Thorium Power Canada (TPC, mengadopsi teknologi ThO2 padat milik DBI, $2juta/MW, dapat dibangun dalam waktu 2-3 tahun, modular) pernah berkeinginan untuk membangun Reaktor Th berkapasitas 25 MW di Indonesia. Proyek tersebut berencana akan memasok tenaga listrik ke PLN. TPC (yang membeli paten DBI Century Fuels, Inc., California, AS) akan menjual listrik berkisar antara 4-7 cent/kWh dengan daya 25 MW (Indonesia) dan dapat dibuat seri hingga (25 x 40) 1000MW.
Desain PLLT lainnya adalan dari perusahaan Moltex Energy, Inggris / UK yang mengenalkan SSR (Stable Salt Reactor). BB Thorium Fluorida berbentuk garam cair molten thorium [2/3 bagian, 1/3 bagian berupa LEU atau Pu (60%Pu-239 + 40%Pu-240)] dalam kelongsong, mirip PLTN yang sudah ada. Garam cair molten memiliki perpindahan panas sangat bagus, stabil secara kimia, efisiensi tinggi, dan bertekanan atmosferik (pendingin: ZrF4/NaF/KF, titik lebur ~385 oC). Bila suhu menaik, reaktivitas menurun, tetapi bila suhu menurun, reaktivitas malah menaik. Reaktor (spt gambar) berada dalam tangki besar. Setiap berkas BB dapat dipindahkan dari atas dengan mesin pindah.
PLTT SSR 300MW |
Bila Indonesia memilih untuk memiliki PLTN berbasis Thorium (PLTT), misalnya dengan BB jenis garam cair Thorium seperti ISMR, ThorCon, SSR, dan desain China, sudah saatnya para staf/operator di reaktor riset/PLTN BATAN (PTBN) terlibat pula dalam penelitian bersama-sama (termasuk diklat) dengan bangsa lain untuk menguasai teknologi BB Thorium. Mereka juga sedang berlomba-lomba mencari angka-angka yang diperlukan dalam pengoperasian reaktor mini/riset thorium dan PLTT.
Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi
________________________________________________
Bila anda meng-copy & paste tulisan ini di blog anda,
mohon dengan ikhlas menyebutkan link sumbernya
http://energibarudanterbarukan.blogspot.co.id/2011/03/pltn-fissi-thorium-paling-aman.html
No comments:
Post a Comment