Wednesday, December 14, 2016

Kondisi EBT di SAUDI ARABIA / Renewable Energy in Saudi Arabia

Kerajaan Arab Saudi beriklim gurun dengan wilayah sebagian besar terdiri atas gurun pasir (sahara) dan yang terbesar adalah di Rub Al Khali. Negara ini terkenal sebagai negara kelahiran nabi Muhammad SAW dan berkembangnya agama Islam. Negara kaya minyak ini memainkan peran negara di luar dan dalam negeri. Pertanian berupa kebun kurma dan gandum, dan peternakan yang menghasilkan daging, susu dan olahannya. Perindustrian bertumpu pada sektor minyak bumi dan petrokimia. Sumber air berasal dari oase dan industri salinasi air laut di kota Jubail.
 
Meski cadangan minyak Saudi masih jauh dari menipis (hingga 80 tahun ke depan), pemerintah telah memutuskan untuk menekankan program EBT-nya dan memanfaatkan energi alternatif seperti Tenaga Angin, Radiasi Surya, dan Nuklir.

Langkah itu dipandang strategis, karena diperkirakan kebutuhan minyak akan meningkat hingga 8 juta barrel/hari (th 2028) yang mendekati produksi hariannya dibandingkan saat ini yang hanya sekitar 3,2 juta barrel/hari. Guna menjaga kemampuan ekspor minyak Saudi, maka EBT harus berperan penting di masa depan. Negara penguasa teknologi di bidang energi seperti Korea, Inggris, Amerika, Jepang, dan Perancis (termasuk Grup Areva Perancis pemain di bidang industri nuklir) pernah berkonsultasi dengan Saudi. Grup Areva telah menandatangani perjanjian kerjasama dg Grup Bin Laden Saudi di bidang energi Surya dan nuklir. Saudi juga menandatangani perjanjian kerjasama di bidang teknologi nuklir sipil dengan USA (tahun 2008), Perancis dan Rusia.

Pertumbuhan listrik Saudi 10% per tahun, dan untuk 25 tahun ke depan diperkirakan US$117miliar diinvestasikan ke sektor energi. Energi listrik telah memasok energi 80% ke penduduk yang tinggal di perkotaan dan pusat industri melalui sistem jaringan listrik nasional. Akan tetapi, hal itu akan menjadi tidak ekonomis bila jaringan tersebut dilebarkan ke daerah yang jarang penduduknya. Oleh karena itu, beberapa komunitas / masyarakat terpencil diatur sedemikian rupa agar memiliki jaringan dan sumber listrik tersendiri yang diharapkan berasal dari sumber EBT guna memasok listrik 20% kebutuhan nasional. Penggunaan energi terbarukan (angin dan surya) tidak hanya untuk memenuhi permintaan listrik di daerah terpencil tetapi juga ikut mengkontribusi jaringan listrik nasional pada beban puncak di musim panas.

Saat ini kebutuhan listrik Saudi mencapai 40 GW (yg sebagian besar berasal dari fosil dan gas alam) dan diprediksi akan meningkat 75 GW (2018) hingga 120 GW pada tahun 2032. Guna mencapai itu, Saudi akan mengembangkan 23,9 GW (th 2020) dan 54,1 GW (41 GW dari PLTS, dan 13,1 MW dari PLTB, PLTP, dan PLT Limbah) (th 2032) agar menjadi produsen ET terbesar di dunia. Saudi menginvestasikan USD109miliar hingga th 2040.

SURYA (PLTS)

Radiasi Surya amat melimpah di Saudi yang diperkirakan sekitar 2200 kWh/m2. Potensi teknis surya di Saudi: 115.000 TWh/tahun atau 13,12 TW atau 4,5 kali perkiraan permintaan energi global pada 2020. Matahari bersinar sekitar 3.000 jam per tahun. Saudi Aramco memperkirakan bahwa biaya produksi surya 0,1 USD/kWh dalam kurun waktu 2010-2020 di GCC, yang lebih murah dibandingkan PLTDiesel, dan setingkat dengan PLTG.

Data radiasi surya tersedia di MEPA (Meteorology and Environment Protection Administration), Saudi Aramco, dan KFUPM (King Fahd University of Petroleum and Minerals). Atlas radiasi surya ternyata tidak mencakup seluruh Saudi yang proyek litbangnya diawali oleh ERI dan NREL. ERI melakukan kerjasama dengan SOLERAS (AS) dan HYSOLAR (Jerman). Proyek itu menghasilkan 12 lokasi terpilih (Riyadh, Gassim, Al-Ahsa, Al-Jouf, Tabuk, Madinah, Jeddah, Qaisumah, Wadi Al Dawasir, Sharurah, Abha, dan Gizan). Atap Kampus dipasang PLTS 2MW yng terdiri atas 1 MW di laboratorium Utara dan di Selatan Kampus

Tenaga surya (PLTS) di Saudi dimanfaatkan untuk disalinasi air laut, pertanian, sistem pendingin, penerangan, pengeringan tanaman/buah-buahan, pompa irigasi, stasiun meteorologi, lampu jalan & terowongan, lalu-lintas, tanda instruksi jalan, dan pemakaian lain di pedesaan. Pemanfaatan PLTS dikembangkan oleh KACST pada tahun 1977. Kendati pengembangan surya telah dimulai sejak tahun 1960, penggunaannya masih kurang efektif karena beberapa hambatan seperti:
  • Masih banyaknya penggunaan BBM, sebagai akibat dari sumber energi yang melimpah dan murah;
  • Efek debu pasir, di beberapa bagian di Saudi terjadi pengurangan penggunaan PLTS sekitar 10-20%;
  • Adanya subsidi pemerintah terhadap penggunaan BBM untuk pembangkit listrik, dan tidak ada subsidi untuk program energi surya. Program insentif diperlukan untuk energi surya. 
PLTS yang sudah dan sedang dibangun:
  • Pulau Farasan dibangun PLTS 500kW oleh SEC (Saudi Electricity Company) yang berkolaborasi dengan Showa Shell yang memiliki proyek hingga 15 tahun, kemudian diserahkan kepada SEC.
  • First Solar Inc. & Al Watania Agriculture Co. menyelesaikan proyek pilot penggunaan PLTS 684 kW (modul thin film) untuk irigasi di pertanian (produk organik) yang besar di Saudi (Feb 2016) guna memompa air dari 150 sumur bur.
  • Taqnia Energy (membangun, memiliki, mengoperasikan selama 25th), KACST (memasok modul PV lokal), dan SEC (membeli listrik >5 sen$/kWh, dan menyediakan lahan) meneken MoU (Juli 2015) membangun PLTS 50MW. 
  • Guna mengantisipasi permintaan energi selama 10 tahun ke depan yang akan meningkat 50%, Saudi Arabia membangun PLTS dengan kapasitas 5 GW selama 9 tahun yang akan beroperasi nanti pada tahun 2020 bekerjasama dengan perusahaan Jerman. Proyek itu bernilai US$100miliar.
  • Belectric yang dikenal dengan PLTS murah tapi berkinerja tinggi berencana membangun 4500 parkir mobil seluas 16-18 Ha menggunakan PLTS 10 MW yang juga memberikan listrik ke jaringan publik akhir tahun 2011 di parkir Utara Saudi Aramco, Dhahran. Belectric bekerjasama dengan Sun & Life, perusahaan lokal Saudi, anak perusahaan Acwa Holding. Sementara Solar Frontier K.K. (Tokyo, Jepang), anak perusahaan Showa Shell Sekiyu K.K., memasok dan memasang 120.000 modul fotovoltaik CIS (Copper Indium Selenide) pada proyek parkir mobil tersebut.
  • PLTS di Riyadh dirancang dan didirikan oleh AEE INTEC dan perusahaan Austria GREENoneTEC dengan harga 4,72 juta USD dengan gelas surya khusus dan sistem pemasangan yang tahan badai pasir. PLTS itu memuat 36 ribu m2 panel surya.
  • Pada tahun 2012, Saudi (KACST) membangun Pabrik desalinasi air laut berenergi surya terbesar di dunia di kota Al-Khafji. Proyek tsb memasok air bersih 30.000 m3/hari dg teknologi membran dan teknologi fotovoltaik ultra yg paling maju.
  • Phoenix Solar LLC anak perusahaan Phoenix Solar AG berkedudukan di Sulzemoos dekat Munich, Jerman, membangun taman PLTS 3,5 MW untuk Saudi Aramco (the Saudi Arabian Oil Company) di dekat Riyadh (ibukota Saudi) di KAPSARC (the King Abdullah Petroleum Studies and Research Center) Pusat Penelitian dan Studi Minyak King Abdullah. Saudi Aramco sudah mengkomisioningnya tahun lalu, guna membangun fasilitas Uji lapangan aneka modul dengan maksud mencari modul terbaik yang nanti akan dipasang di PLTS di kantor pusat Saudi Aramco di Dhahran. Phoenix Solar bekerjasama dengan Naizak Global Engineering Systems, Perusahaan lokal Saudi yang merancang dan membangun jaringan listrik nasional sistem PV surya. Proyek tsb beroperasi Sept 2011, dan PLTS tersebut sebagai bagian dari sistem pasok air dan pusat listrik.
  • Proyek yang pernah dilaksanakan oleh ERI, KACST adalah: sistem PV 350 kW (2155 MWh) (lokasi: desa surya, 1981-87, listrik AC/DC untuk daerah terpencil); Pabrik produksi hidrogen PV 350 kW (1,6 MWh) (desa surya, 1987-93, pabrik demo untuk produksi hidrogen); Pendingin surya (Saudi, 1981-87, pengembangan lab pendingin surya); Pembangkit hidrogen surya 1 kW (desa surya, 1989-93, pengukuran dan uji produksi hidrogen skala lab); Hidrogen surya 2 kW (50 kWh) (KAU, Jeddah, 1986-91, uji aneka bahan elektrode untuk pabrik hidrogen surya); Sistem uji PV 3 kW ( desa surya, 1987-90, demo efek cuaca); Sistem PV 4 kW (kawasan Selatan Saudi, 1996, listrik AC/DC untuk daerah terpencil); Sistem surya untuk desalinasi air laut PV 6 kW (desa surya, 1996-98, koneksi jaringan PV); Desalinasi air laut PV (0,6 m3/jam) (desa Sadous, 1994-99, antarmuka PV/RO); Desalinasi air laut surya-thermal (desa surya, 1996-97, distilasi surya air laut); PV di pertanian (4 kWh) Muzahmia, 1996, AC/DC terkoneksi ke jaringan); Kinerja PV jangka panjang (3 kW) (desa surya, sejak 1990, evaluasi kinerja); Pengembangan Sel Tunam (100-1000 W) (desa surya, 1993-2000, pemanfaatan hidrogen); mesin pembakaran Internal (ICE) (desa surya, 1993-95, pemanfaatan hidrogen); Pengukuran radiasi surya (12 stasiun, 1994-2000, atlas surya Saudi); Pengukuran energi angin (5 stasiun, 1994-2000, atlas surya Saudi); Pengering surya (Al-Hassa, Qatif, 1988-93, pengering makanan/kurma, sayur mayur, dll); Dua piring surya-thermal (50 kW) (desa surya, 1986-94, mesin stirling surya maju); Manajemen energi di bangunan (Dammam, 1988-93, konservasi energi); Pengembangan kolektor surya (desa surya, 1993-97, domestik, industri, pertanian); Pendingin surya (desa surya, 1999-2000, pemakaian di gurun). 

ANGIN (PLTB)

Kelayakan secara ekonomi dan teknis untuk tenaga angin belum sepenuhnya digali. Beberapa studi menunjukkan bahwa potensi angin berada di teluk Arab (laju angin sekitar 14-22 km/jam atau 3,9-6,1 m/detik) dan pesisir Laut Merah (laju angin sekitar 16-19 km/j atau 4,4-5,3 m/detik). Data laju angin tersedia di MEPA (Meteorology and Environment Protection Administration), Saudi Aramco, dan KFUPM (King Fahd University of Petroleum and Minerals). Tahun 1995, ERI (Energy Research Institute) di KACST (King Abdul-Aziz City for Science and Technology) memulai proyek tersebut guna mencari data potensi angin di Saudi Arabia, dan menemukan 5 lokasi terpilih (Abha, Arar, Dhahran, Desa Surya, dan Yanbu) untuk tahap pengembangan awal proyek. Data monitoring dan peralatan penilaian telah terpasang dan data telah terkumpul. Daerah yang cocok untuk PLTB berlokasi di sepanjang Teluk Arab (laju angin: 14-22 km/jam atau 3,9-6,1 m/detik) dan pesisir Laut Merah (16-19 km/jam atau 4,44-5,28 m/detik).

SISTEM ENERGI HIBRIDA

Variasi sumber energi yang ada dan penggunaan energi yang tepat sasaran kadangkala membatasi penggunaan energi terbarukan tunggal pada lokasi tertentu. Guna mengatasi itu, dipakailah sistem Hibrida, yaitu menggunakan 2, 3, atau bahkan 4 sumber energi potensial. Sistem hibrida normalnya hanya mencakup 2 sumber energi yang salah satunya genset diesel. Penggunaan sistem energi listrik di pedesaan berupa kombinasi antara sistem angin, surya atau hibrida (surya dan angin) disamping diesel dan ekstensi jaringan listrik. Pemilihan itu tergantung kepada energi yang ada, kinerja sistem konversi, beban, modal dan ongkos operasi. Persyaratan perawatan dan tersedianya suku cadang juga menjadi pertimbangan. 

Contoh: laju angin rata-rata bulanan di Dhahran berkisar antara 4,21 hingga 6,97 m/detik dan radiasi solar rata-rata bulanan berkisar antara 3,61 hingga 7,96 kWh/m2. Sistem hibrida pada 20 rumah (2 kamar tidur) terdiri atas 2 sistem konversi, yaitu energi angin 10 kW dan 120 m2 panel fotovoltaik yang dilengkapi dengan satu sistem baterai simpan energi dan satu diesel genset sebagai cadangan.
Studi kelayakan sistem hibrida di Rafha dekat Desa Rawdhat Bin Habbas (RBH) telah dilakukan menggunakan gabungan antara genset diesel dengan panel surya dengan kebutuhan listrik tahunan 15.943 MWh (1,82 MW). Sistem hibrida terdiri atas satu PLTS berkapasitas 2,5 MWp PV (fotovoltaik, efisiensi 27%), satu PLTD 4,5 MW (3 unit 1,5 MW), dan satu baterai simpan.

NUKLIR

Presiden China Xi Jinping dan Raja King Salman bin Abdulaziz meneken salah satu dari 14 MoU, yaitu tentang konstruksi reaktor nuklir temperatur tinggi (Teknologi HTGR) Gen IV (yang dikembangkan oleh CNEC & Tsinghua Univ.) pada bulan Januari 2016 lalu.

Sebelumnya, pada bulan Februari 2011 kerjasama dengan Perancis juga telah ditandatangani yang kemudian diikuti oleh Argentina. Kerjasama dengan Korea Selatan juga telah ditandatangani di Seoul. Pembicaraan tentang kerjasama nuklir dilakukan pula dengan Inggris, Republik Czech, dan Rusia. Saudi berencana mempunyai 16 PLTN komersial sekitar 2030 mendatang dengan biaya >US$80miliar (300miliar Real Saudi). Proses tender untuk PLTN pertama dilakukan akhir tahun 2014 dengan harapan PLTN pertama akan dibangun pada akhir tahun 2015. Saudi memperkirakan 10 tahun ke depan akan mengoperasikan 2 PLTN, kemudian setiap tahun direncanakan 2 PLTN beroperasi hingga 16 PLTN pada tahun 2032.


Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi

No comments:

Post a Comment